Kumpulan Cerpen

Kumpulan Cerpen Yunior Suara Merdeka, Kumpulan Cerita Pendek Anak, Kumpulan Dongeng Anak, Bahan Mendongeng Untuk Anak, Cerita Edukasi

Kumpulan Dongeng Anak : Teman Sejati Bo Beruang

Kumpulan Cerita Pendek Anak, Kumpulan Dongeng Anak, Bahan Mendongeng Untuk Anak, Cerita Edukasi, Kumpulan Puisi
Oleh : Ana Falesthein Tahta Alfina 

Kumpulan Cerita Pendek Anak, Kumpulan Dongeng Anak, Bahan Mendongeng Untuk Anak, Cerita Edukasi, Kumpulan Puisi - Hari pertama Bo beruang masuk sekolah dasar. Bo menyambutnya dengan gembira. Sesekali pinggangnya bergoyang ke kanan ke kiri. Suaranya yang cempreng menyanyikan lagu sembarang.

Di sekolah, Bo memilih tempat duduk di depan. Di dekat pintu masuk dan meja bu guru. Lalu tak lama Bu Nim memasuki kelas. Setelah memperkenalkan diri, Bu Nim mulai menuliskan pelajaran.

”Silakan kalian catat tulisan di papan tulis!” seru Bu Nim.

Seperti teman-teman yang lain. Bo patuh menulis. Dengan wajah riang, jari kirinya menggenggam pensil. Ujung pensilnya meliuk dengan indah di atas buku. Tiba-tiba dari tempat duduk di samping Bo, terdengar suara tawa.

”Lucu sekali ia menulis dengan tangan kiri,” ejeknya sambil terus tertawa.

Teman-teman yang lain serempak memandangi Bo. Mereka memperhatikan cara Bo menulis.

”Je! Lanjutkan pekerjaan menulismu!” Bu Nim segera memperingatkan Je. Meski dengan menahan tawa, Je melanjutkan pekerjaan menulisnya.

Bo mulai kikuk. Namun Bo berusaha untuk tenang. Senyum cerianya seketika lenyap. Bo sekarang menunduk malu. Bo sudah kidal sejak dulu. Saat Bo di taman kanak-kanak, tak ada satu pun teman yang mengejeknya. Tapi di sini?

”Baru kali ini aku melihat beruang yang kidal,” bisik Je. Meski suara Je pelan, Bo masih tetap bisa mendengar. Telapak tangan Bo basah. Perasaannya sangat tidak enak.

”Iya anak-anak. Pelajaran Ibu sudah selesai. Kita lanjutkan minggu depan,” ucap Bu Nim. Sepeninggal Bu Nim, Bo segera membawa tasnya ke tempat duduk belakang. Ia tak mau jadi bahan tertawaan lagi.

”Hai!” sapa beruang perempuan tiba-tiba. Di dekat telinganya, tersemat sebuah pita berwarna hijau muda. Bo hanya memandanginya kikuk.

”Kau mau menertawaiku?” tanya Bo ketus. Beruang perempuan itu lekas menggeleng. ”Aku justru ingin berteman denganmu. Namaku An!” tangannya terulur.

Dengan tatapan bingung, Bo menerimanya. ”Kenapa?” tanya Bo.

Mata An mengerjap heran. ”Kenapa kau mau berteman denganku?” tanya Bo lebih jelas.

”Karena dari dulu kau memang temanku,” ungkap An dengan senyuman mengembang. Bo menatapnya bingung.

”Kau sudah melupakanku? Uh aku kecewa,” tukas An dengan wajah cemberut. Bo sampai memiringkan kepalnya.

”An yang suka berebut ikan denganmu. Kau ingat?” Bo berusaha berpikir. Pandangannya menerawang ke langit-langit kelas.

”Ah! An!” pekik Bo senang. Bo ingat sekarang. Itu An teman bermainnya saat kecil. Mereka dulu suka berebut Ikan yang ditangkap ayah An, Pa beruang. Namun tak lama, An sekeluarga memutuskan pindah. Sejak itu, Bo tidak pernah bertemu dengannya lagi.

An sibuk menggerakkan jari kirinya di atas kertas. Peluh pelan-pelan mengucur dari dahinya.

”Kau sedang apa?” Bo menghampiri tempat duduk An. Ia lalu terbelalak.

”Kau?” tanyanya ragu.

”Aku ingin bisa menulis dengan tangan kiri. Sama sepertimu. Jadi kau tak akan sendirian lagi di kelas ini,” cerocos An panjang lebar.

”An..,” Bo tak bisa berkata-kata.

”Itulah yang namanya teman. Saling membantu,” tutur An. Ia memperlihatkan giginya ke arah Bo. Pita di dekat telinganya bergoyang karena tertiup angin. Kali ini berwarna oranye.

”Sebentar lagi tak ada yang menertawaimu,” lanjut An lagi. Bo mengangguk senang.

”Ternyata An adalah teman sejatiku,” bisiknya.

”Terima kasih, An,” ucap Bo tulus. An tidak mendengar. Jari-jari kirinya masih sibuk menulis.

(Yunior Suara Merdeka Cetak 20150510)
Share this article :
+
Previous
Next Post »